JURNALISME ANTI MAINSTREAM
-
Editor: Admin Person
Mataram- Kegiatan workshop berupa Pembinaan Manajemen Konflik dan Jurnalisme Damai bagi Awak Media Elektronik Tahun 2021 yang dilakukan Kemenag NTB sangatlah tepat dan strategis dalam menghalau maraknya aksi yang mengancam semangat kebangsaan semisal radikalisme dan terorisme. Ancaman ini harus menjadi perhatian serius pemerintah, dunia pendidikan dan juga lembaga-lembaga pemerhati semangat kebangsaan.
Kegiatan ini dilakukan di Lombok Astoria Jl. Panglima Sudirman No. 40 Rembiga Kota Mataram. Peserta diikuti oleh bagian Humas seluruh NTB dengan melibatkan Humas dari satuan kerja Kemenag Kota atau Kabupaten dan Institusi Pendidikan serta 16 Media Lokal di NTB. Kegiatan workshop dilaksanakan mulai tanggal 30 Agustus sampai dengan tanggal 1 September 2021 mendatang. Tema kegiatan ini yakni: Merawat Kerukunan dalam Ke-bhineka-an.
Workshop dibuka secara resmi oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat didampingi Kabag TU, Kasubag Ortala dan KUB. Adapun narasumber terdiri dari: Pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama daerah NTB, Kapolda NTB, Kejaksaan Tinggi NTB, Persatuan Wartawan Indonesia NTB, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat
Dalam sambutannya, Bapak Kanwil mengurai tentang Upaya Kemenag NTB dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama di Nusa Tenggara Barat. Lebih jauh beliau menyatakan bahwa: Indonesia memiliki kemajemukan. Kemajemukan itu di satu sisi sangat menguntungkan bangsa Indonesia, namun di sisi lain bisa menjadi potensi social conflict antar umat beragama. Konflik juga bisa dipicu dengan adanya sikap exclusivisme dari penganut agama tertentu, suku, ras dan antar golongan (SARA). Di sinilah sesungguhnya peran Kementerian Agama.
Peran itu terkait dengan moderasi beragama atau sikap moderat yang harus dianut oleh warganya. Beragamnya suku, agama, ras, adat istiadat di Indonesia merupakan khazanah kekayaan yang memperkuat keberadaan Indonesia sebagai bangsa yang besar. Meski tidak bisa dipungkiri, tidak sedikit yang memilih radikal terhadap keberagaman ini, namun tak jarang juga yang bersikap moderat dalam menghadapinya.
Artinya bahwa ia sebagai pribadi netral dalam menyikapi keberagaman. Ia sangat menghormati perbedaan. Baik perbedaan agama maupun perbedaan sosial. Perbedaan merupakan sebuah keniscayaan, sehingga perbedaan harus dihadapi dengan kebijaksanaan bukan dengan kemarahan. Salah satu sikap moderat ini terlihat dengan dipupuknya sikap toleransi.
Sikap toleransi merupakan elemen dasar yang dibutuhkan untuk menumbuhkan sikap saling memahami dan saling menghargai perbedaan yang ada. Perbedaan yang heterogen itu tidak mengurangi kedamaian hidup berdampingan dalam harmoni. Untuk mewujudkannya, sinergi antara Kementerian Agama dan lembaga lainnya termasuk dengan media harus senantiasa terjalin.
Dalam hubungannya dengan media elektronik, jurnalis sebelum menulis dan membagikan beritanya, hendaknya melakukan ‘tabayyun’ atau memeriksa apakah berita yang ingin disampaikan itu benar atau tidak benar. Istilahnya, awak media ‘wajib ‘ain’ hukumnya untuk cek and ricek berita yang akan diberikan kepada masyarakat. Jika tidak, hal ini dapat memicu dan memacu tumbuhnya faham radikalisme di kalangan masyarakat.
Radikalisme itu sendiri merupakan cikal bakal munculnya terorisme. Radikalisme merupakan sikap yang selalu mendambakan perubahan secara total dan bersifat revolusioner dengan menjungkir-balikkan nilai-nilai yang ada secara drastis melalui kekerasan (violence) dan aksiaksi yang ekstrem. Beberapa penciri yang bisa diamati dari sikap dan faham radikal ini semisal intoleran alias tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain. Fanatik yang bermakna selalu merasa benar sendiri; menganggap orang lain salah. Bersikap eksklusif yakni membedakan diri dari umat serta merasa diri paling baik dan revolusioner di mana ia cenderung menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan.
Adanya sikap dan faham di atas, tidak bisa dipungkiri memang cukup menyita perhatian, bahkan sudah akut sampai pada tingkat global. Fenomena tersebut muncul karena ketidak-puasan terhadap kondisi politik, sosial, ekonomi dan agama. Radikalisme adalah sebutan bagi kelompok yang menuntut sebuah reformasi dengan cara kekerasan.
Kata radikalisme mengacu pada hal tertentu tergantung konteks atau peristiwa yang terjadi. Orang yang dikatakan radikal yakni ia yang menginginkan perubahan terhadap situasi yang ada dengan melabrak elemen-elemen yang ada sampai ke akar-akarnya. Kelompok ini menyukai perubahan secara cepat dan mendasar dalam hukum dan metode-metode yang digunakan pemerintah.
Radikalisme dunia maya sesungguhnya lebih dahsyat dan ekstrem jika dibandingkan dengan radikalisme dalam dunia nyata. Berkembangnya teknologi di era revolusi 4.0 ini sudah pasti semakin memberikan ruang yang jauh lebih luas bagi pelaku radikalisme. Bagaimana tidak, ini dilakukan sebagai salah satu alternatif untuk membangun sebuah jaringan komunikasi guna menyebarkan informasi serta propaganda.
Perkembangan yang begitu dahsyat dari kaum ini memacu adrenalin pihak-pihak tertentu untuk melakukan upaya-upaya jitu guna menghindari munculnya sikap ekstrem ini. Salah satunya yakni, kegiatan yang digagas Kanwil Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat ini. Sasarannya, tentu melahirkan generasi yang moderat, cerdas dan unggul. Karena workshop ini diperuntukkan bagi pemburu berita, maka tujuan utama kegiatan ini pastinya adalah menciptakan kader-kader kreatif dan handal insan pers dalam menyuguhkan berita terhangat dan teraktual. Tetapi, sekali lagi sebagai pegiat bidang jurnalisme, awak media hendaknya bisa menyampaikan pesan yang baik dan positif kepada masyarakat.
Pesan yang baik dan positif ini diimplementasikan ketika menyuguhkan berita. Awak media ditantang untuk membuat konten berita yang menarik dan update. Disisi lain ia pun harus cerdas dalam memilih dan memilah alias ‘saring dulu sebelum sharing’ berita-berita yang akan dimuat dan disebar. Ini juga untuk menghindari maraknya hoax dan menangkal munculnya drama radikalisme sedini mungkin.
Kegiatan lainnya yang tak kalah pentingnya semisal memberikan pemahaman agama yang damai dan toleran, sehingga masyarakat tidak mudah terjebak pada ajaran radikalisme. Dalam hal ini, peran para pemuka agama di masyarakat dan Kementerian Agama sangat penting.
Pesan-pesan damai dari ajaran agama maupun media perlu dikedepankan, baik di lingkup dalam pelajaran maupun ceramah-ceramah keagamaan. Contoh lainnya yakni memberikan keteladanan kepada masyarakat. Jika tidak, maka upaya yang dilakukan akan sia-sia. Dalam hal ini, tokoh agama maupun tokoh masyarakat harus menjadi role model yang bisa diikuti dan diteladani oleh masyarakat lainnya. Oleh karena itu, menjadi jurnalis damai yang anti mainstream nan unik adalah sebuah keniscayaan. Mari berikan berita yang menyenangkan-menenangkan. Mari rawat kerukunan dalam ke-bhineka-an. Semangat!! (Penulis Siti Rahmi).
INFO TENTANG MAN 2 MATARAM JUGA BISA DILIHAT DI:
IG:Humas MAN 2 Mataram
FB:Humas MAN 2 Mataram
YT:Humas MAN 2 Mataram
Website: www.manduamataram.sch.id
Email: humasman2mataram@gmail.com
Tinggalkan Komentar Anda